1. Pendekatan Sifat Kepemimpinan
Kelompok pertama yang bermaksud menjelaskan tentang aspek
kepemimpinan yaitu para teoritis kesifatan, Bahwa pemimpin mempunyai sifat dan
cirri tertentu. Untuk
mengenali karakteristik atau ciri pribadi dari para pemimpin, para psikolog
mengadakan penelitian. Mereka berpandangan bahwa pemimpin ini dilahirkan bukan
dibuat. Secara alamiah bahwa orang yang mempunyai sifat kepemimpinan adalah
orang yang lebih agresif. Lebih tegas, dan lebih pandai berbicara dengan orang
lain serta lebih mampu dan cepat mengambil keputusan yang akurat. Pandangan ini
mempunyai implikasi bahwa jika ciri kepemimpinan dapat dikenali. Maka
organisasi akan jauh lebih canggih dalam memilih pemimpin. Hanya orang-orang
yang memiliki ciri-ciri kepemimpinan sajalah yang akan menjadi manajer, pejabat
dan kedudukan lainnya yang tinggi.
Ukuran dalam pencarian ciri kepemimpinan
menggunakan dua pendekatan:
a. membandingkan bawahan dengan pemimpin
b. membandingkan ciri pemimpin yang efektif dengan yang
tidak efektif
2. Pendekatan
Perilaku Pemimpin
Teori X Dan Y Dari McGregor
Douglas McGrogor mengemukakan strategi kepemimpinan efektif
dengan menggunakan konsep manajemen partisipasi. Konsep ini terkenal karena
menggunakan asumsi-asumsi sifat dasar manusia. Pemimpin yang menyukai teori X
cenderung menyukai bergaya kepemimpinan otoriter dan sebaiknya seorang pemimpin
yang menyukai teori Y lebih cenderung menyukai gaya kepemimpinan demokratik.
Penelitian Di Universitas Ohio State Dan Michigan
Di universitas Ohio State, para peneliti mencoba mempelajari
efektifitas dari perilaku kepemimpinan untuk menentukan mana yang paling
efektif dari kedua gaya pendekatan kepemimpinan tersebut.
3. Pendekatan
situasional “contingency”
Pendekatan ini menggambarkan tentang gaya kepemimpian yang
tergantung pada faktor situasi, karyawan, tugas, organisasi dan variable
llingkungan lainnya. Mary Parker Follectt mengatakan bahwa ada tiga
faktor utama yang mempengaruhi kepemimpinan yaitu:
·pemimpin
·bawahan
·Situasi (pemimpin harus berorientasi pada kelompok)
MODEL-MODEL KEPEMIMPINAN
Berikut ini akan dibahas tentang
perkembangan pemikiran ahli-ahli managemen mengenai model-model kepemimpinan
yang ada dalam literature, dan agar lebih praktis pembahasan ini kita bagi
menjadi dua, yaitu: model-model kepemimpinan masa lalu dan sekarang.
MODEL-MODEL KEPEMIMPINAN MASA LALU.
1.Model Watak Kepemimpinan
Pada umumnya studi-studi kepemimpinan
pada tahap awal mencoba meneliti tentang watak individu yang melekat pada diri
para pemimpin, seperti misalnya: kecerdasan, kejujuran, kematangan, ketegasan,
kecakapan berbicara, kesupelan dalam bergaul, status social ekonomi, dan
lain-lain (Bass 1960, Stogdill 1974).
Stogdill (1974) menyatakan bahwa terdapat
enam kategori factor pribadi yang membedakan antara pemimpin dan pengikut yaitu
kapasitas, prestasi, tanggung jawab, partisipasi, status dan situasi. Namun
demikian banyak studi yang menunjukkan bahwa factor-faktor yang membedakan
antara pemimpin dan pengikut dalam satu studi tidak konsisten dan tidak
didukung dengan hasil-hasil studi yang lain.
Disamping itu watak pribadi bukanlah
factor yang dominant dalam menentukan keberhasilan kinerja managerial para
pemimpin. Hingga tahun 1950-an, lebih dari 100 studi yang telah dilakukan untuk
untuk mengindifikasi watak atau sifat personal yang dibutuhkan oleh pemimpin
yang baik, dan dari studi-studi tersebut dinyatakan bahwa hubungan antara
karakteristik, watak dengan efektifitas kepemimpinan, walupun positif tetapi
signifikasinya sangat rendah (Stogdill 1970).
Bukti-bukti yang ada menyarankan bahwa
apabila kepemimpinan didasarkan pada factor situasi, maka pengaruh watak yang
dimiliki oleh para pemimpin mempunyai pengaruh yang tidak segnifikan. Kegagalan
studi-studi tentang kepemimpinan pada periode awal ini yang tidak berhasil
meyakinkan adanya hubungan yang jelas antara watak pribadi pemimpin dan
kepemimpinan membuat para peneliti untuk mencari factor-faktor lain (selain
factor watak), seperti misalnya factor situasi yang diharapkan dapat secara
jelas menerangkan perbedaan karakteristik antara pemimpin dan pengikut.
2.Model Kepemimpinan Situasional
Model kepemimpinan situasional merupakan
pengembangan model watak kepemimpinan dengan focus utama factor situasi sebagai
variable penentu kemampuan kepemimpinan.
Studi-studi kepemimpinan situasional
mencoba mengidentifikasi karakteristik situasi atau keadaan sebagai factor
penentu utama yang membuat seorang pemimpin berhasil melaksanakan tugas-tugas
organisasi secara efektif dan efisien. Dan juga model ini membahas aspek
kepemimpinan lebih berdasarkan fungsinya, bukan lagi hanya berdasarkan watak
kepribadian pemimpin.
Hencley (1973) menyatakan bahwa factor
situasi lebih menentukan keberhasilan seorang pemimpin dibandingkan watak
pribadinya, menurut pendekatan kepemimpinan situasional ini seseorang bisa
dianggap sebagai pemimpin atau pengikut tergantung pada situasi atau keadaan
yang dihadapi. Banyak studi yang mencoba untuk mengidentifikasi karakteristik
situasi khusus yang mempengaruhi kinerja para pemimpin.
Hoy dan Miskel (1987) menyatakan bahwa
terdapat empat factor yang mempengaruhi kinerja pemimpin, yaitu sifat
structural organisasi, iklim atau lingkungan organisasi, karakteristik tugas
atau peran dan karakteristik bawahan.
Kajian model kepemimpinan situasional
lebih menjelaskan fenomena kepemimpinan dibandingkan dengan model terdahulu.
Namun demikian model ini masih dianggap belum memadai karena model ini tidak
dapat memprediksikan kecakapan kepemimpinan yang mana yang lebih efektif dalam
situasi tertentu.
3.Model Pemimpin Yang Efektif
Model kajian kepemimpinan ini memberikan
informasi tentang type-type tingkah laku para pemimpin yang efektif. Tingkah
laku para pemimpin dapat dikategorikan menjadi dua dimensi, yaitu struktur
kelembagaan dan konsiderasi.
a.Dimensi struktur kelembagaan
menggambarkan sampai sejauh mana pemimpin mendefinisikan dan menyusun interaksi
kelompok dalam rangka mencapai tujuan organisasi serta sejauh mana para
pemimpin mengorganisasikan kegiatan-kegiatan kelompok mereka, dimensi ini
dikaitkan dengan usaha para pemimpin mencapai tujuan organisasi.
b.Dimensi konsiderasi menggambarkan
sampai sejauh mana tingkat hubungan kerja antara pemimpin dan bawahannya, dan
sampai sejauh mana pemimpin memperhatikan kebutuhan social dan emosi bagi
bawahan, misalnya kebutuhan akan pengakuan, kepuasan kerja dan penghargaan yang
mempengaruhi kinerja mereka dalam organisasi. Dimensi konsiderasi ini juga
dikaitkan dengan adanya pendekatan kepemimpinan yang mengutamakan komunikasi
dua arah, partisipasi dan hubungan manusiawi.
Halpin (1966) menyatakan bahwa tingkah
laku pemimpin yang efektif cenderung menunjukkan kinerja yang tinggi terhadap
dua aspek diatas. Dia berpendapat bahwa pemimpin yang efektif adalah pemimpin
yang menata kelembagaan organisasinya secara sangat terstruktur dan mempunyai
hubungan dan persahabatan yang sangat baik. Secara ringkas model kepemimpinan
efektif ini mendukung anggapan bahwa pemimpin yang efektif adalah pamimpin yang
dapat menangani kedua aspek organisasi dan manusia sekaligus dalam organisasinya.
4.Model Kepemimpinan Kontingensi
Studi kepemimpinan jenis ini memfokuskan
perhatiannya pada kecocokan antara karakteristis watak pribadi pemimpin,
tingkah lakunya dan fariabel-fariabel situasional.
Kalau model kepemimpinan situasional
berasumsi bahwa situasi yang berbeda membutuhkan type kepemimpinan yang
berbeda, maka model kepemimpinan kontingensi memfokuskan perhatian yang lebih
luas, yakni pada aspek-aspek keterkaitan antara kondisi / variable situasional
dengan watak atau tingkah laku dan criteria kinerja pemimpin (Hoy and Miskel
1987).
Fiedler (1967) beranggapan bahwa
kontribusi pemimpin terhadap efektifitas kinerja kelompok tergantung pada cara
atau gaya kepemimpinan dan sesuai situasi yang dihadapinya. Menurutnya ada tiga
factor utama yang mempengaruhi kesesuaian situasi dan ketiganya ini selanjutnya
mempengaruhi keefektifan pemimpin, ketiga factor tersebut adalah:
a.Hubungan antara pemimpin dan bawahan,
yaitu sampai sejauh mana pemimpin itu dipercaya dan disukai oleh bawahan untk
mengikuti petunjuk pemimpin.
b.Struktur tugas yaitu sampai sejauh mana
tugas-tugas dalam organisasi didefinisikan secara jelas dan sampai sejauh mana
tugas-tugas tersebut dilengkapi dengan petunjuk yang rinci dan prosedur yang
baku.
c.Kekuatan posisi, yaitu sampai sejauh
mana kekuatan atau kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin, karena posisinya
diterapkan dalam organisasi untuk menanamkan rasa memiliki akan arti penting
dan nilai dari tugas-tugas mereka masing-masing. Kekuatan posisi juga
menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin menggunakan otoritasnya dalam
memberikan hukuman dan penghargaan, promosi dan penurunan pangkat.
Walaupun model kepemimpinan kontingensi
dianggap lebih sempurna dibandingkan model-model sebelumnya dalam memahami
aspek kepemimpinan dalam organisasi, namun demikian model ini belum dapat
menghasilkan klarifikasi yang jelas tentang kombinasi yang paling efektif
antara karakteristik pribadi, tingkah laku pemimpin dan variable situasional.
MODEL-MODEL KEPEMIMPINAN MASA KINI
(SEKARANG)
1.Model Kepemimpinan Transaksional.
Kepemimpinan transaksional adalah
hubungan antara pemimpin dan bawahan serta ditetapkan dengan jelas peran dan
tugas-tugasnya.
Menurut Masi and Robert (2000),
kepemimpinan transaksional digambarkan sebagai mempertukarkan sesuatu yang
berharga bagi yang lain antara pemimpin dan bawahannya (Contingen Riward),
intervensi yang dilakukan oleh pemimpin dalam proses organisasional dimaksudkan
untuk mengendalikan dan memperbaiki kesalahan yang melibatkan interaksi antara
pemimpin dan bawahannya bersifat pro aktiv.
Kepemimpinan transaksional aktif
menekankan pemberian penghargaan kepada bawahan untuk mencapai kinerja yang
diharapkan. Oleh karena itu secara pro aktif seorang pemimpin memerlukan
informasi untuk menentukan apa yang saat ini dibutuhkan bawahannya.
Berdasarkan dari uraian tersebut diatas,
maka dapat dikatakan bahwa prinsip utama dari kepemimpinan transaksional adalah
mengaitkan kebutuhan individu pada apa yang diinginkan pemimpin untuk dicapai
dengan apa penghargaan yang diinginkan oleh bawahannya memungkinkan adanya
peningkatan motivasi bawahan. Steers (1996).
2.Model Kepemimpinan Transformasional
Teori ini mengacu pada kemampuan seorang
pemimpin untuk memberikan pertimbangan dan rangsangan intelektual yang
individukan dan yang memiliki charisma. Dengan kata lain pemimpin
transformasional adalah pemimpin yang mampu memperhatikan keprihatinan dan
kebutuhan pengembangan diri pengikut untuk mengeluarkan upaya ekstra untuk
mencapai tujuan kelompok.
Pemimpin transaksional pada hakekatnya
menekankan bahwa seorang pemimpin perlu menentukan apa yang perlu dilakukan
para bawahannya untuk mencapai tujuan organisasi. Disamping itu pemimpin
transaksional cenderung memfokuskan diri pada penyelesaian tugas-tugas
organisasi.
Untuk memotifasi agar bawahan melekukan
tanggung jawab mereka, para pemimpin transaksional sangat mengandalkan pada
system pemberian penghargaan dan hukuman pada bawahannya.
Hater dan Bass (1988) menyatakan bahwa
pamimpin transformasional merupakan pemimpin yang kharismatik dan mempunyai
peran sentral dan strategis dalam membawa organisasi mencapai tujuannya.
Pemimpin transformasional juga harus mempunyai kemampuan untuk menyamakan visi
masa depan dengan bawahannya, serta mempertinggi kebutuhan bawahan pada tingkat
yang lebih tinggi dari pada apa yang mereka butuhkan.
Yamarino dan Bass (1990), pemimpin
trasformasional harus mampu membujuk para bawahannya melakukan tugas-tugas
mereka melebihi kepentingan mereka sendiri demi kepentingan organisasi yang
lebih besar.
Bass dan Avolio (1994), mengemukakan
bahwa kepemimpinan transformasional mempunyai empat dimensi yang disebutnya
sebagai “The Four I’s”:
a.Perilaku pemimpin yang membuat para
pengikutnya mengagumi, menghormati sekaligus mempercayai (Pengaruh ideal).
b.Pemimpin transformasional digambarkan
sebagai pemimpin yang mampu mengartikulasikan pengharapan yang jelas terhadap
prestasi bawahan (Motivasi-inspirasi)
c.Pemimpin transformasional harus mampu
menumbuhkan ide-ide baru, memberikan solusi yang kreatif terhadap
permasalahan-permasalahan yang dihadapi bawahan (stimulasi intelektual).
d.Pemimpin transformasional digambarkan
sebagai seorang pemimpin yang mau mendengarkan dengan penuh perhatian
masukan-masukan bawahan dan secara khusus mau memperhatikan kebutuhan-kebutuhan
bawahan akan pengembangan karir (konsederasi individu).
Banyak peneliti dan praktisi managemen
yang sepakat bahwa model kepemimpinan transformasional merupakan konsep
kepemimpinan yang terbaik dalam menguraikan karakteristik pemimpin (Sarros dan
Butchatsky 1996).
Hasil survey Parry (2000) yang dilakukan
di New Zealand, menunjukkan tidak ada pertentangan dengan penemuan-penemuan
sebelumnya tentang efektifitas kepemimpinan transformasional. Disamping itu
Parry juga berpendapat bahwa kepemimpinan transformasional dapat dilatihkan,
pendapat ini didasarkan pada temuan-temuannya yaitu keberhasilan pelatihan
kepemimpinan transformasional yang dilakukan di New Zealand sebagai berikut:
a.Berhasil meningkatkan kemampuan pelaksanaan
kepemimpinan transformasional lebih dari 11% (dilihat dari peningkatan hasil
usahanya) setelah dua hingga tiga bulan dilatih.
b.Berhasil meningkatkan kegiatan kerja bawahan
sebesar
=======================================
sumber:
http://referensi-kepemimpinan.blogspot.co.id/2009/04/beberapa-pendekatan-dalam-kepemimpinan.html
https://imronfauzi.wordpress.com/2008/06/15/model-model-kepemimpinan/
Ukuran dalam pencarian ciri kepemimpinan menggunakan dua pendekatan:
MODEL-MODEL KEPEMIMPINAN
Berikut ini akan dibahas tentang
perkembangan pemikiran ahli-ahli managemen mengenai model-model kepemimpinan
yang ada dalam literature, dan agar lebih praktis pembahasan ini kita bagi
menjadi dua, yaitu: model-model kepemimpinan masa lalu dan sekarang.
MODEL-MODEL KEPEMIMPINAN MASA LALU.
1.Model Watak Kepemimpinan
Pada umumnya studi-studi kepemimpinan
pada tahap awal mencoba meneliti tentang watak individu yang melekat pada diri
para pemimpin, seperti misalnya: kecerdasan, kejujuran, kematangan, ketegasan,
kecakapan berbicara, kesupelan dalam bergaul, status social ekonomi, dan
lain-lain (Bass 1960, Stogdill 1974).
Stogdill (1974) menyatakan bahwa terdapat
enam kategori factor pribadi yang membedakan antara pemimpin dan pengikut yaitu
kapasitas, prestasi, tanggung jawab, partisipasi, status dan situasi. Namun
demikian banyak studi yang menunjukkan bahwa factor-faktor yang membedakan
antara pemimpin dan pengikut dalam satu studi tidak konsisten dan tidak
didukung dengan hasil-hasil studi yang lain.
Disamping itu watak pribadi bukanlah
factor yang dominant dalam menentukan keberhasilan kinerja managerial para
pemimpin. Hingga tahun 1950-an, lebih dari 100 studi yang telah dilakukan untuk
untuk mengindifikasi watak atau sifat personal yang dibutuhkan oleh pemimpin
yang baik, dan dari studi-studi tersebut dinyatakan bahwa hubungan antara
karakteristik, watak dengan efektifitas kepemimpinan, walupun positif tetapi
signifikasinya sangat rendah (Stogdill 1970).
Bukti-bukti yang ada menyarankan bahwa
apabila kepemimpinan didasarkan pada factor situasi, maka pengaruh watak yang
dimiliki oleh para pemimpin mempunyai pengaruh yang tidak segnifikan. Kegagalan
studi-studi tentang kepemimpinan pada periode awal ini yang tidak berhasil
meyakinkan adanya hubungan yang jelas antara watak pribadi pemimpin dan
kepemimpinan membuat para peneliti untuk mencari factor-faktor lain (selain
factor watak), seperti misalnya factor situasi yang diharapkan dapat secara
jelas menerangkan perbedaan karakteristik antara pemimpin dan pengikut.
2.Model Kepemimpinan Situasional
Model kepemimpinan situasional merupakan
pengembangan model watak kepemimpinan dengan focus utama factor situasi sebagai
variable penentu kemampuan kepemimpinan.
Studi-studi kepemimpinan situasional
mencoba mengidentifikasi karakteristik situasi atau keadaan sebagai factor
penentu utama yang membuat seorang pemimpin berhasil melaksanakan tugas-tugas
organisasi secara efektif dan efisien. Dan juga model ini membahas aspek
kepemimpinan lebih berdasarkan fungsinya, bukan lagi hanya berdasarkan watak
kepribadian pemimpin.
Hencley (1973) menyatakan bahwa factor
situasi lebih menentukan keberhasilan seorang pemimpin dibandingkan watak
pribadinya, menurut pendekatan kepemimpinan situasional ini seseorang bisa
dianggap sebagai pemimpin atau pengikut tergantung pada situasi atau keadaan
yang dihadapi. Banyak studi yang mencoba untuk mengidentifikasi karakteristik
situasi khusus yang mempengaruhi kinerja para pemimpin.
Hoy dan Miskel (1987) menyatakan bahwa
terdapat empat factor yang mempengaruhi kinerja pemimpin, yaitu sifat
structural organisasi, iklim atau lingkungan organisasi, karakteristik tugas
atau peran dan karakteristik bawahan.
Kajian model kepemimpinan situasional
lebih menjelaskan fenomena kepemimpinan dibandingkan dengan model terdahulu.
Namun demikian model ini masih dianggap belum memadai karena model ini tidak
dapat memprediksikan kecakapan kepemimpinan yang mana yang lebih efektif dalam
situasi tertentu.
3.Model Pemimpin Yang Efektif
Model kajian kepemimpinan ini memberikan
informasi tentang type-type tingkah laku para pemimpin yang efektif. Tingkah
laku para pemimpin dapat dikategorikan menjadi dua dimensi, yaitu struktur
kelembagaan dan konsiderasi.
a.Dimensi struktur kelembagaan
menggambarkan sampai sejauh mana pemimpin mendefinisikan dan menyusun interaksi
kelompok dalam rangka mencapai tujuan organisasi serta sejauh mana para
pemimpin mengorganisasikan kegiatan-kegiatan kelompok mereka, dimensi ini
dikaitkan dengan usaha para pemimpin mencapai tujuan organisasi.
b.Dimensi konsiderasi menggambarkan
sampai sejauh mana tingkat hubungan kerja antara pemimpin dan bawahannya, dan
sampai sejauh mana pemimpin memperhatikan kebutuhan social dan emosi bagi
bawahan, misalnya kebutuhan akan pengakuan, kepuasan kerja dan penghargaan yang
mempengaruhi kinerja mereka dalam organisasi. Dimensi konsiderasi ini juga
dikaitkan dengan adanya pendekatan kepemimpinan yang mengutamakan komunikasi
dua arah, partisipasi dan hubungan manusiawi.
Halpin (1966) menyatakan bahwa tingkah
laku pemimpin yang efektif cenderung menunjukkan kinerja yang tinggi terhadap
dua aspek diatas. Dia berpendapat bahwa pemimpin yang efektif adalah pemimpin
yang menata kelembagaan organisasinya secara sangat terstruktur dan mempunyai
hubungan dan persahabatan yang sangat baik. Secara ringkas model kepemimpinan
efektif ini mendukung anggapan bahwa pemimpin yang efektif adalah pamimpin yang
dapat menangani kedua aspek organisasi dan manusia sekaligus dalam organisasinya.
4.Model Kepemimpinan Kontingensi
Studi kepemimpinan jenis ini memfokuskan
perhatiannya pada kecocokan antara karakteristis watak pribadi pemimpin,
tingkah lakunya dan fariabel-fariabel situasional.
Kalau model kepemimpinan situasional
berasumsi bahwa situasi yang berbeda membutuhkan type kepemimpinan yang
berbeda, maka model kepemimpinan kontingensi memfokuskan perhatian yang lebih
luas, yakni pada aspek-aspek keterkaitan antara kondisi / variable situasional
dengan watak atau tingkah laku dan criteria kinerja pemimpin (Hoy and Miskel
1987).
Fiedler (1967) beranggapan bahwa
kontribusi pemimpin terhadap efektifitas kinerja kelompok tergantung pada cara
atau gaya kepemimpinan dan sesuai situasi yang dihadapinya. Menurutnya ada tiga
factor utama yang mempengaruhi kesesuaian situasi dan ketiganya ini selanjutnya
mempengaruhi keefektifan pemimpin, ketiga factor tersebut adalah:
a.Hubungan antara pemimpin dan bawahan,
yaitu sampai sejauh mana pemimpin itu dipercaya dan disukai oleh bawahan untk
mengikuti petunjuk pemimpin.
b.Struktur tugas yaitu sampai sejauh mana
tugas-tugas dalam organisasi didefinisikan secara jelas dan sampai sejauh mana
tugas-tugas tersebut dilengkapi dengan petunjuk yang rinci dan prosedur yang
baku.
c.Kekuatan posisi, yaitu sampai sejauh
mana kekuatan atau kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin, karena posisinya
diterapkan dalam organisasi untuk menanamkan rasa memiliki akan arti penting
dan nilai dari tugas-tugas mereka masing-masing. Kekuatan posisi juga
menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin menggunakan otoritasnya dalam
memberikan hukuman dan penghargaan, promosi dan penurunan pangkat.
Walaupun model kepemimpinan kontingensi
dianggap lebih sempurna dibandingkan model-model sebelumnya dalam memahami
aspek kepemimpinan dalam organisasi, namun demikian model ini belum dapat
menghasilkan klarifikasi yang jelas tentang kombinasi yang paling efektif
antara karakteristik pribadi, tingkah laku pemimpin dan variable situasional.
MODEL-MODEL KEPEMIMPINAN MASA KINI
(SEKARANG)
1.Model Kepemimpinan Transaksional.
Kepemimpinan transaksional adalah
hubungan antara pemimpin dan bawahan serta ditetapkan dengan jelas peran dan
tugas-tugasnya.
Menurut Masi and Robert (2000),
kepemimpinan transaksional digambarkan sebagai mempertukarkan sesuatu yang
berharga bagi yang lain antara pemimpin dan bawahannya (Contingen Riward),
intervensi yang dilakukan oleh pemimpin dalam proses organisasional dimaksudkan
untuk mengendalikan dan memperbaiki kesalahan yang melibatkan interaksi antara
pemimpin dan bawahannya bersifat pro aktiv.
Kepemimpinan transaksional aktif
menekankan pemberian penghargaan kepada bawahan untuk mencapai kinerja yang
diharapkan. Oleh karena itu secara pro aktif seorang pemimpin memerlukan
informasi untuk menentukan apa yang saat ini dibutuhkan bawahannya.
Berdasarkan dari uraian tersebut diatas,
maka dapat dikatakan bahwa prinsip utama dari kepemimpinan transaksional adalah
mengaitkan kebutuhan individu pada apa yang diinginkan pemimpin untuk dicapai
dengan apa penghargaan yang diinginkan oleh bawahannya memungkinkan adanya
peningkatan motivasi bawahan. Steers (1996).
2.Model Kepemimpinan Transformasional
Teori ini mengacu pada kemampuan seorang
pemimpin untuk memberikan pertimbangan dan rangsangan intelektual yang
individukan dan yang memiliki charisma. Dengan kata lain pemimpin
transformasional adalah pemimpin yang mampu memperhatikan keprihatinan dan
kebutuhan pengembangan diri pengikut untuk mengeluarkan upaya ekstra untuk
mencapai tujuan kelompok.
Pemimpin transaksional pada hakekatnya
menekankan bahwa seorang pemimpin perlu menentukan apa yang perlu dilakukan
para bawahannya untuk mencapai tujuan organisasi. Disamping itu pemimpin
transaksional cenderung memfokuskan diri pada penyelesaian tugas-tugas
organisasi.
Untuk memotifasi agar bawahan melekukan
tanggung jawab mereka, para pemimpin transaksional sangat mengandalkan pada
system pemberian penghargaan dan hukuman pada bawahannya.
Hater dan Bass (1988) menyatakan bahwa
pamimpin transformasional merupakan pemimpin yang kharismatik dan mempunyai
peran sentral dan strategis dalam membawa organisasi mencapai tujuannya.
Pemimpin transformasional juga harus mempunyai kemampuan untuk menyamakan visi
masa depan dengan bawahannya, serta mempertinggi kebutuhan bawahan pada tingkat
yang lebih tinggi dari pada apa yang mereka butuhkan.
Yamarino dan Bass (1990), pemimpin
trasformasional harus mampu membujuk para bawahannya melakukan tugas-tugas
mereka melebihi kepentingan mereka sendiri demi kepentingan organisasi yang
lebih besar.
Bass dan Avolio (1994), mengemukakan
bahwa kepemimpinan transformasional mempunyai empat dimensi yang disebutnya
sebagai “The Four I’s”:
a.Perilaku pemimpin yang membuat para
pengikutnya mengagumi, menghormati sekaligus mempercayai (Pengaruh ideal).
b.Pemimpin transformasional digambarkan
sebagai pemimpin yang mampu mengartikulasikan pengharapan yang jelas terhadap
prestasi bawahan (Motivasi-inspirasi)
c.Pemimpin transformasional harus mampu
menumbuhkan ide-ide baru, memberikan solusi yang kreatif terhadap
permasalahan-permasalahan yang dihadapi bawahan (stimulasi intelektual).
d.Pemimpin transformasional digambarkan
sebagai seorang pemimpin yang mau mendengarkan dengan penuh perhatian
masukan-masukan bawahan dan secara khusus mau memperhatikan kebutuhan-kebutuhan
bawahan akan pengembangan karir (konsederasi individu).
Banyak peneliti dan praktisi managemen
yang sepakat bahwa model kepemimpinan transformasional merupakan konsep
kepemimpinan yang terbaik dalam menguraikan karakteristik pemimpin (Sarros dan
Butchatsky 1996).
Hasil survey Parry (2000) yang dilakukan
di New Zealand, menunjukkan tidak ada pertentangan dengan penemuan-penemuan
sebelumnya tentang efektifitas kepemimpinan transformasional. Disamping itu
Parry juga berpendapat bahwa kepemimpinan transformasional dapat dilatihkan,
pendapat ini didasarkan pada temuan-temuannya yaitu keberhasilan pelatihan
kepemimpinan transformasional yang dilakukan di New Zealand sebagai berikut:
a.Berhasil meningkatkan kemampuan pelaksanaan
kepemimpinan transformasional lebih dari 11% (dilihat dari peningkatan hasil
usahanya) setelah dua hingga tiga bulan dilatih.
b.Berhasil meningkatkan kegiatan kerja bawahan
sebesar
https://imronfauzi.wordpress.com/2008/06/15/model-model-kepemimpinan/
TERIMA KASIH KA ^^
BalasHapus